Skill Bertahan Hidup Buat Kamu, Wahai Orang Dewasa
Basic Surviving Skills You Need to Have as an Adult
Sejak kecil, kita diajarkan untuk jadi makhluk sosial yang baik, jujur, sabar, bertanggung jawab dan berteman dengan semua tanpa membeda-bedakan, harus setia berteman dan siap membantu bila dibutuhkan. Ajaran orangtua kita memang tidak salah, tapi mereka lupa kalau hidup tidak hanya berputar di lingkaran hitam dan putih.
Ketika masih duduk di bangku sekolah, lingkaran pertemanan selalu berputar dengan siapa yang paling akrab, menghabiskan waktu bersama, fullfiling life with jokes, laughs and tears. Semuanya dibagi bersama sahabat. Kontras berbeda ketika memasuki usia dewasa, usia dimana kita dihadapkan dengan dunia kerja yang jauh berbeda dengan kehidupan sekolah dan nongki-nongki. Usia dimana tidak ada yang peduli jika mental kamu belum siap, semua menaruh harapan dan ekspektasi besar padamu, mendoakan kesuksesan agar dapat menghasilkan banyak uang untuk keluarga, namun tidak ada yang memberi ultimatum tentanng jahatnya adulthood.
Memasuki dunia kerja pastinya diawali dengan excitement yang melambung, angan-angan membawa kamu sampai ke langit, membuat makin semangat menjalani hari. Kupastikan itu tidak akan berlangsung lama. Setelahnya, apa yang akan kamu hadapi adalah roller-coaster. Hidup naik turun, penuh dengan ketidakpastian, emosional sampai rasanya ingin muntah. Memuntahkan semua beban, tekanan yang didapat dari kerjaan, teman, pacar hingga keluarga.
Capeknya kerja sudah pasti. Tidak ada pekerjaan yang gampang dan enak, tanpa adanya usaha, tangis dan lembur. Tidak ada pilihan lain selain menelan semuanya dengan rasa syukur karena bayaran yang diperoleh setelahnya. Namun ada hal yang lebih kompleks, yang membuat ingin muntah. Bisa tebak?
Selamat buat kamu yang jawabannya salah! Beban hidup plus plus ini masih enggan berkenalan sama kamu rupanya, tapi tetap scrolling artikel ini agar kamu tau apa yang menunggu kamu di depan. Mari kita berpelukan virtual untuk teman-temanku yang menjawab benar. Yes, jawabannya adalah rekan kerja. REKAN KERJA. Orang yang selalu kamu temui di tempat kerja, kurang lebih 9 jam sehari, setiap hari. Orang yang tidak bisa kamu cut-off begitu saja dari hidupmu, karena sialnya mereka adalah rekan kerja yang membantumu mendapat bayaran bulanan atas kerja kerasmu.
Tentu saja, tidak semua rekan kerja yang kumaksud. Tapi pasti ada saja, jenis manusia yang membuatmu tidak habis pikir, bagaimana bisa manusia dewasa dengan latar belakang pendidikan tinggi memiliki perangai seperti itu.
Selama masa kerjaku yang belum seberapa ini, di luar dugaan aku menemukan beberapa jenis manusia yang bikin geleng-geleng kepala. Ada yang tiap harinya menghabiskan waktu dengan membicarakan orang lain, selalu mampu melihat cela kehidupan orang lain namun enggan bercermin. Ada yang tidak bisa diajak kerja sama dalam tim, selalu kekeh dengan apa yang diinginkan walaupun itu memberatkan tim, tidak mau mendengar orang lain tapi maunya selalu didengar. Ada yang tidak pernah mengucapkan tiga kata ajaib (tolong, terima kasih dan permisi) kepada rekannya, selalu memerintah dan mati rasa. Ada lagi yang kerjannya selalu bohong, mendahulukan kepentingan pribadi daripada tim, egois dan tidak bisa dipercaya.
Kamu tidak sadar betapa kompleksnya karakter manusia sampai nanti kamu temukan sendiri dan membatin, “seumur-umur, baru kulihat orang kayak gini.” Celakanya jika orang-orang seperti mereka bahkan mungkin ada yang lebih buruk menjadi rekan kerjamu tiap hari. Bertemu tiap hari, adu pendapat mengenai yang terbaik tentang kerjaan, mencari jalan tengah dan pulang dengan perasaaan dongkol, tidak puas dan kesal. Lalu bertemu lagi, kesal lagi. Terus seperti itu dengan pola yang sama. Setiap hari.
Namun kamu tidak bisa memutus hubungan dengan mereka karena mereka adalah rekan kerjamu. Beda jika mereka adalah kenalan atau teman yang bisa saja diabaikan karena menganggu. Power rekan kerja lebih dari itu. Mereka adalah orang-orang yang kemampuannya kamu butuhkan untuk terus bekerja sama dan saling membantu agar mendapat bayaran di akhir bulan. Lucunya ketika kamu menyadari ternyata mereka tidak terlalu buruk, sepertinya bisa diandalkan dan cukup baik, namun detik setelahnya mereka berubah kembali menjadi pribadi menyebalkan yang hanya membuat lelah fisik dan pikiran.
Sebagai orang dewasa dalam dunia kerja, tentu hal ini membuat frustrasi namun kita tidak bisa bersikap kekanakan dengan mogok kerja misalnya, karena itu hanya akan merugikan diri sendiri. Solusi terbaik yang bisa diambil adalah bermuka dua.
Iya, kamu tidak salah baca. Bermuka dua adalah basic skill yang harus kamu punya untuk mengatasi masalah seperti ini. Ketika bekerja, baik-baik dengannya, berbicara sewajarnya, sesekali menanggapi candaannya dan tetap berkepala dingin ketika terlibat perselisihan. Bahkan kalau perlu-atau kepepet, bisa saja foto bersama dengan caption saling menyemangati, kemudian makan bersama, yang penting kerjaan beres dan lingkungan kerja tetap aman terkendali. Baru setelahnya sampai di rumah kamu bisa memuntahkan segala kegelian yang sejak tadi kamu tahan hingga rasanya ingin memberi piala Oscar kepada diri sendiri.
Sewaku-waktu, kamu bisa saja termenung dan berpikir kamu adalah orang jahat, munafik dan menjadi jijik sendiri. Kamu bisa saja mempertanyakan apakah saya termasuk orang yang baik atau buruk setelah semua kepalsuan yang dilakukan. Tapi kamu tahu tetap tidak bisa untuk menjalin pertemanan yang tulus, tidak setelah semua tabiat buruknya yang telah dipertontonkan gratis kepadamu.
Kabar baik, jika kamu persis sepertiku, tepat seperti apa yang digambarkan, kamu bukanlah orang jahat, bukan juga orang baik. Karena seperti yang kutulis tadi, hidup tidak hanya soal hitam putih atau baik dan buruk. Kompleksitas manusia menjadikan manusia sulit dimengerti dan digambarkan, bahkan oleh dirinya sendiri.
Bertahan hidup dengan memalsukan senyum dan tawa kepada rekan kerja yang tidak disukai adalah salah satu basic surviving skill buat kita-kita kaum mediocre ini. Beda halnya dengan teman-teman yang punya privilege, yang gampang saja meninggalkan rekan kerja menyebalkan lalu mencari bawahan. Ada maksudnya juga kenapa mereka disebut rekan kerja bukan sahabat kerja,ya karena mereka adalah manusia yang hanya membantumu menyelesaikan urusan pekerjaan di kantor. Kalau sahabat, berarti mereka yang selalu ada untukmu, yang bersedia berbagi suka duka bersama, yang walaupun menyebalkan tidak membuatmu ragu untuk menegur dan kembali seperti biasa.
Jadi sobat, sudahi gundah gulanamu dan tetap semangat menjalani hari-hari!
K.
Komentar
Posting Komentar